TANGGAL 16-20 RAJAB 1412 H / 21-25 JANUARI 1992 M
System pengambilan keputusan hukum dalam bahtsul masail nahdlatul ulama’ (NU)
A. KETENTUAN UMUM
Yang di maksud dengan kitab adalah al kutub al mu’tabarah, yaitu kitab-kitab tentang ajaran islam yang sesuai dengan aqidah ahli sunnah wal jama’ah (rumusan mu’tamar ke XXVII)
Yang di maksud dengan bermadzhab secara qauly adalah mengikuti pendapat-pendapat yang sudah jadi dalam lingkup madzhab tertentu.
Yang dimaksud dengan bermadzhab secara manhajy adalah bermadzhab dengan mengikuti jalan pikiran dan kaidah penetapan hukum yang telah disusun oleh imam madzhab.
Yang dimaksud dengan qauly adalah pendapat imam madzhab
Yang di maksud dengan wajah adalah pendapat ‘ulama’ madzhab
Yang di maksud dengan taqrir jama’I adalah upaya secara kolektif untuk menetapkan
pilihan terhadap satu qaul/wajah diantara beberapa qaul/wajah.
Yang di maksud dengan ilhaq (ilhaq masail bi nadza’iriha) adalah menyamakan hukum suatu kasus/masalah yang belum dijawab oleh kitab dengan kasus/masalah serupa yang telah di jawab oleh kitab (menyamakan dengan pendapat yang sudah jadi)
Yang dimaksud dengan usulan masalah adalah permintaan untuk membahas suatu kasus/masalah, baik hanya berupa judul masalah maupun disertai pokok-pokok pikiran atau hasil pembahasan awal dengan maksud dimintakan tanggapan
Yang dimaksud dengan pengesahan adalah pengesahan hasil suatu bahtsu al masa’il oleh pengurus besar syuriah NU, munas alilm ulama NU atau muktamar NU
SYSTEM PENGAMBILAN KEPUTUSAN HUKUM
1. Prosedur Penjawaban Masalah
Keputusan bahtsu al masa’il dilingkungan Nahdlatul Ulama’ (NU) dibuat dalam kerangka bermadzhab kepada salah satu madzhab empat madzhab empat yang disepakati dan mengutamakan bermadzhab secara Qauly. Oleh karena itu, prosedur penjawaban masalah disusun dalam urutan sebagai berikut:
· Dalam kasus ketika jawaban dicukupi oleh ibarat kitab dan disana hanya ada satu qaul/wajah tersebut sebagaiman diterangkan dalam ibarat tersebut.
· Dalam kasus ketika jawaban bisa dicukupi oleh ibarat kitab dan disana terdapat lebih dari satu qaul/wajah maka dilakukan taqrir jama’I untuk memilih salah satu qaul/wajah.
· Dalam kasus tidak ada satu qaul/wajah sama sekali yang memberikan penyelesaian, maka dilakukan ilhaq al masa’il bi nadza’iriha secara jama’I oleh para ahlinya.
· Dalam kasus tidak satu qaul/wajah sama sekali dan tidak mungkin dilakukan ilhaq, maka bisa dilakukan istinbath jama’I dengan prosedur bermadzhab secara manhajy oleh para ahlinya.
2. Hirarki dan sifat keputusan bahtsu al masa’il
· Seluruh keputusan bahtsu al masa’il dilingkungan nahdlatul ulama’ yang diambil dengan prosedur yang telah disepakati dalam keputusan ini, baik yang diselenggarakan dalam struktur organisasi maupun diluarnya mempunyai kedudukan yang sederajat dan tidak saling membatalkan
· Suatu keputusan bahtsu al masa’il dianggap mempunyai kekuatan daya ikat lebih tinggi setelah disahkan oleh pengurus besar syuriah nahdlatul ‘ulama’ tanpa harus menunggu alim ulama’ dan muktamar
· Sifat keputusan bahtsu al masa’il tingkat munas dan muktamar adalah :
a. Mengesahkan rancangan keputusan yang telah dipersiapkan sebelumnya dan / atau,
b. Diperuntukkan bagi keputusan yang dinilai akan mempunyai dampak yang lebih luas disegala bidang.
3. Kerangka analisis masalah
Terutama dalam memecahkan masalah social, bahtsu al masa’il hendaknya mempergunakan kerangka pembahasan masalah (yang sekaligus tercermin dalam hasil keputusan) antara lain sebagai berikut :
· Analisa masalah (sebab mengapa terjadi kasus ditinjau dari berbagai factor,) antara lain :
a. Factor ekonomi
b. Factor budaya
c. Factor politik
d. Factor social dan lainnya
· Analisa dampak (dampak positif dan negative yang ditimbulkan oleh suatu kasus yang hendak dicari hukumnya ditinjau dari berbagai aspek) antara lain :
a. Secara social ekonomi
b. Secara social budaya
c. Secara social politik
d. Dan lain-lain
· Analisa hukum (fatwa tentang suatu kasus setelah mempertimbangkan latar belakang dan dampaknya disegala bidang). Di samping keputusan fiqh/yuridis formal, keputusan ini juga memperhatikan pertimbangan islam dan hukum positif, yaitu :
a. Status hukum (al-ahkam al khamsah / sah-batal)
b. Dasar dari ajaran ahli sunnah wal jamaah
c. Hukum positif
· Analisa tindakan, peran dan pengawasan (apa yang harus dilakukan sebagai konsekwensi dari fatwa di atas) kemudian siapa saja yang melakukan, bagaimana kapan dan dimana hal itu hendak dilakukan, serta bagaimana mekanisme pemantauan agar semua berjalan sesuai rencana.
a. jalur politik (berusaha pada jalur kewenangan Negara dengan sasaran mempengaruhi kebijakan pemerintah)
b. jalur budaya (berusaha membangkitkan pengertian dan kesadaran masyarakat melalui media massa dan forum seperti pengajian dan lain-lain)
c. jalur ekonomi (meningkatkan kesejahteraan masyarakat)
d. jalur social lainnya (upaya meningkatkan kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan dan seterusnya)
B. PETUNJUK PELAKSANAAN
I. PROSEDUR PEMILIHAN QAUL/ WAJAH
1. Ketika dijumpai beberapa qaul/wajah dalam satu masalah yang sama, maka diusahakan memilih satu pendapat.
2. Pemilihan pendapat dilakukan dengan :
Memilih pendapat yang lebih kuat dan / atau pendapat yang lebih maslahah.
Sedapat mungkin dengan melaksanakan ketentuan muktamar nahdlatul ulama’ ke 1 bahwa perbedaan pendapat diselesaikan dengan memilih :
1. Pendapat yang disepakati oleh al syaikhoni (imam nawawi dan rofi’i)
2. Pendapat yang dipegang oleh imam nawawi saja
3. Pendapat yang di pegang oleh imam rofi’I saja
4. Pendapat yang didukung oleh mayoritas ulama’
5. Pendapat ulama’ yang terpandai
6. Pendapat ulama’ yang paling wara’
II. PROSEDUR ILHAQ
Dalam hal ketika suatu masalah/kasus belum di pecahkan dalam kitab, maka masalah/kasus tersebut diselesaikan dengan prosedur ilhaq al masail bi nadza’iriha secara jama’I. ilhaq dilakukan dengan memperhatikan mulhaq bih, mulhaq ‘alaih dan wajah ilhaq oleh para mulhiq yang ahli
III. PROSEDUR ISTINBATH
Dalam hal ketika tidak mungkin dilakukan ilhaq karena tidak adanya mulhaq bih dan wajah ilhaq sama sekali di dalam kitab, maka dilakukan istinbath secara jama’I yaitu dengan mempraktekkan qawa’id al ushuliyyah dan qawaid al fiqhiyyah oleh para ahlinya.
0 komentar:
Posting Komentar